Aku termasuk orang yang rajin dan rapi dalam mendokumentasikan arsip-arsip pribadi, baik dokumen-dokumen yang bersifat vital dan berguna seumur hidup seperti ijazah, akta kelahiran, sertifikat kepemilikan properti, surat pengangkatan kepegawaian di kantor, maupun dokumen-dokumen yang semi vital seperti foto-foto, piagam-piagam penghargaan pada saat mengikuti suatu lomba, atau sertifikat-sertifikat yang aku kantongi setelah mengikuti semacam seminar atau pelatihan-pelatihan.
Tak terkecuali untuk arsip-arsip pribadi yang sifatnya tidak vital, aku pun secara sistematis dan rajin, mendokumentasikannya juga (meskipun untuk menilai vital atau tidaknya itu, tergantung dari sudut pandang siapa dan sudut pandang yang mana mengartikannya). Yang aku maksud tidak vital, karena arsip yang aku maksud, hanyalah dokumen-dokumen berupa buku harian dari tahun ke tahun dari masa remajaku, foto-foto masa remajaku, surat-surat dengan teman, sahabat, dan pastinyaaa … surat-surat dari pacar, beserta foto-fotonya, juga benda-benda kenangan lainnya yang sarat artinya.
Dengan rapi aku menyimpan semuanya dan mengelompokkannya sedemikian rupa, ini aku lakukan tentu saja agar memudahkan pencarian pada suatu saat aku membutuhkannya dan juga memudahkan penyimpanan seandainya ada dokumen sejenis lainnya yang akan aku tambahkan untuk disimpan bersama-sama disatukan dengan yang telah ada terlebih dahulu.
Dokumen yang tidak vital itu, aku simpan terpisah, di saat-saat aku merindukan mereka yang ada di dalam arsip tersebut, aku tinggal mengambilnya, membukanya, melihat-lihatnya, menerawang ke masa-masa yang entah itu tergambar dalam bentuk foto atau tergambar dalam bentuk tulisan, dan lalu aku mengenangkan semuanya. Serasa semuanya hidup kembali dalam bayanganku, bahkan yang sudah lupapun bisa pelan-pelan kembali teringat, dari samar-samar sampai kemudian menjadi begitu jelasnya tergambarkan dan terbayangkan sedemikian rincinya. Sambil memandangi foto atau sambil membaca catatan-catatanku itu, sering aku menjadi mendadak tersenyum-senyum atau tertawa-tawa sendiri karena tiba-tiba aku diingatkan akan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang lucu dan menyenangkan saat itu. Sebaliknya, tak jarang tiba-tiba aku menjadi merasa sedih sekali, bahkan lebih dari itu, air mataku suka tanpa terasa meleleh-leleh di pipiku. Hatiku tiba-tiba serasa tersayat-sayat. Ada sebagian dari luka hati dan luka di jiwaku seperti tergores kembali dan kemudian menganga lagi, sehingga aku menjadi merasakan lagi perihnya, aku menjadi merasakan lagi sakitnya.
Biasanya, yang penuh dengan muatan kenangan duka itu adalah kenangan yang erat kaitannya dengan kenangan romansa percintaan. Kenangan bahagianya memang banyak, keindahannya juga tiada tara , tapi rasa pahit dan sakitnya juga sebanding. Dalam catatan-catatanku itu, aku menyimpan kenangan bagaimana dulu, pertama kalinya aku jatuh cinta dan jatuh cinta pada pandangan pertama (perlu aku garis bawahi, bahwa cinta pertamaku adalah cinta yang juga cinta pada pandangan pertamaku, tetapi bukan untuk pacar pertamaku), bagaimana aku menceritakan pertama kalinya punya pacar, pertama kalinya terpesona dengan lawan jenis, tidak bisa tidur karena terus menerus memikirkannya, terjebak oleh perasaan cemburu, sampai pahitnya perasaan ketika harus mengalami patah hati, mengalami kecewa yang amat dalam karena perpisahan yang sebenarnya tidak aku inginkan, perasaan merindukan seseorang yang amat sangat tiada terperikan sampai merasakan tersiksanya didera perasaan kesepian karena harus kehilangan seseorang yang amat sangat aku sayang dan amat sangat aku cinta.
Saat tiba waktunya aku harus menikah (bukan dengan cinta pertamaku itu, tapi dengan seseorang yang lain yang saat ini telah lebih dari 7 tahun mendampingiku), aku memutuskan untuk tetap menyimpan semua dokumentasi pribadiku itu di rumah orangtuaku, artinya aku tidak akan membawanya serta ke rumahku setelah aku berumah tangga. Keputusanku itu aku ambil, bukan karena suamiku itu tipe orang pencemburu buta, yang suatu saat nanti, jika secara tidak sengaja menemukan simpanan arsip percintaanku, dikhawatirkan akan memancing keributan dalam rumah tanggaku, sama sekali bukan untuk alasan seperti itu. Aku yakin untuk hal-hal sepele seperti itu, suamiku pasti tidak akan keberatan sama sekali, bahkan untuk menaruh perhatian pun sepertinya tidak akan pernah. Hal itu aku lakukan, demi rasa hormatku padanya, dan supaya adil juga buatnya, karena bagaimanapun, aku sejak saat itu sudah harus menanggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan percintaan masa laluku, aku sejak saat itu sudah menjadi istrinya. Tidak pantas rasanya masih membawa-bawa serta barang-barang sentimental seperti itu. Jadilah aku menitipkannya di rumah orangtuaku, di salah satu lemari di salah satu kamar tidur yang biasanya juga aku tempati pada saat aku sesekali mengunjungi ayah dan ibuku itu..
Setelah itu, entah karena aku sudah disibukkan dengan kehidupan baruku sebagai seseorang sudah berganti status dari wanita single menjadi wanita yang sudah menikah bahkan kemudian telah berganti status juga menjadi seorang ibu, sedikit-sedikt aku menjadi lupa bahwa aku telah menitipan dokumen setengah penting di rumah orangtuaku.
Sampai suatu saat, ketika aku pulang dalam rangka merayakan lebaran di rumah orangtuaku, aku teringat akan simpananku itu, jadi dengan semangatnya, aku mencarinya di lemari di mana aku telah menyimpannya dulu. Tapi, aku harus menelan kekecewaan. Aku tidak bisa menemukannya lagi, padahal aku sudah mencoba mencarinya lagi, mencarinya lagi berulang-ulang, barangkali terselip, atau barangkali sudah ada yang memindahkannya ke tempat yang lain, aku juga sudah mencoba menanyakannya ke beberapa penghuni rumah orangtuaku, tapi tak satupun dari mereka yang merasa melihat, tak satupun dari mereka yang merasa memindahkan, apalagi merasa telah membuangnya. Aku kecewaaaaa sekali, aku yakin seseorang pasti telah membuangnya. Saat itu aku ingin marah, ingin protes, tapi tentu saja aku tahan perasaanku itu, aku tentu saja merasa malu, karena sepertinya sangat tidak pantas buat aku, meributkan hilangnya benda-benda seperti itu. Buat aku, benda-benda itu memang cukup berniali, tetapi buat orang lain, tidak akan lebih sebagai tumpukan kertas, buku-buku usang, foto-foto buram yang sudah pantas untuk dibuang ke tong sampah, daripada hanya memenuhi ruang dan tempat yang sebenarnya masih bisa digunakan untuk menyimpan sesuatu yang lain yang lebih berguna.
Akhirnya aku pasrah saja, aku berbesar hati mengikhlaskan milikku itu raib tidak jelas, apakah dibuang, apakah terbuang, apakah terbakar, apakah habis dimakan rayap, apakah rusak dan usang dimakan waktu atau apakah disembunyikan seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar